1dtk.com - Setiap kali liburan, gue selalu punya satu rutinitas kecil yang bikin perjalanan terasa lebih hidup yaitu berburu makanan murah di Thailand yang rasanya jempolan tanpa harus bikin dompet menjerit. Pengalaman gue di Thailand kemarin makin ngasih bukti kalau makan enak itu ga selalu harus mahal. Bahkan kadang yang paling murah justru yang paling autentik. Dan trik trik ini sebenernya udah lama gue pake di banyak negara, mulai dari Vietnam sampai Laos.
Gue selalu percaya kalau jalan jalan itu bukan cuma soal foto cantik atau naik transport yang nyaman. Makanan juga punya peran penting banget. Termasuk bagi kita yang suka gaya backpacking dan bawa uang pas pasan. Dan ya, ada rasa bangga tersendiri ketika berhasil makan kenyang tanpa harus merogoh kocek dalam.
Biasanya gue mulai dengan ngeliat sekitar dulu. Patokan paling ampuh untuk gue adalah jumlah orang lokal di tempat makan itu. Kalau penuh orang lokal, itu udah sinyal kuat kalau makanannya enak dan harganya masuk akal. Sebaliknya kalau tempat makan penuh bule, dekorasinya instagramable banget, dan tulisan di depan tokonya semua bahasa Inggris, gue udah mulai curiga. Pengalaman gue sih harga pasti lebih tinggi.
Salah satu aturan tak tertulis yang udah lama gue pegang adalah menghindari restoran yang menu atau papan namanya pakai bahasa Inggris. Kalau lo lihat semuanya dalam bahasa lokal dan ga ada terjemahan apa pun, hampir pasti itu tempat asli yang ditujukan buat warga sekitar. Dan biasanya lebih murah. Ini bukan teori kosong aja. Ini sudah diuji berkali kali.
Di Phuket gue pernah nemu satu restoran kecil yang punya dua versi menu. Satu menu pakai bahasa Inggris dan satu menu pakai bahasa Thai. Iseng gue bandingin. Gue pake aplikasi AI buat translate menu Thai itu. Ternyata harga makanannya beda lumayan jauh untuk menu yang sama. Yang bahasa Thai lebih murah. Waktu gue liat dengan detail, menu bahasa Inggrisnya bahkan ga mencantumkan semua pilihan yang ada di menu bahasa Thai. Bayangin. Kalo gue ga cek, gue pasti bayar lebih tanpa sadar.
Jadi sejak itu, gue makin yakin dengan strategi ini. Pilih restoran yang menu aslinya pakai bahasa lokal. Lalu tinggal scan sedikit pakai aplikasi. Sekarang teknologi udah membantu banget. Tinggal foto lalu terjemahan langsung muncul. Prosesnya cuma beberapa detik. Kadang gue cuma nunjuk foto menu itu ke pelayan sambil senyum kecil. Mereka biasanya ngerti kok. Mereka malah keliatan senang karena kita menghargai menu asli mereka, bukan langsung minta versi turis.
Gue tahu ada yang bilang ini ribet. Tapi buat gue justru ini seru. Ada kesan misteri ketika lo lihat menu yang tulisan alfabetnya aja beda. Lalu lo translate dan ternyata menemukan makanan lokal yang murah banget. Rasanya kayak buka kotak rahasia. Bahkan sering ada rasa bangga ketika lo bisa makan enak tanpa harus bayar versi turis.
Salah satu contoh nyata lagi yang gue temuin di Thailand adalah soal sate babi. Di night market yang dipenuhi turis, harganya bisa dua puluh sampai tiga puluh Baht. Tapi lima menit dari situ, ada pasar lokal yang sama sekali ga ada turis. Di sana sate yang sama cuma sepuluh Baht. Rasanya sama. Gue bahkan merasa versi lokal lebih harum dan lebih fresh.
Dari semua trik ini, ada satu hal penting yang gue pelajari. Makanan lokal itu bukan cuma lebih murah, tapi juga lebih jujur. Bumbu mereka biasanya ga diubah buat selera turis. Rasanya lebih autentik. Kadang pedesnya lebih nendang. Kadang porsinya lebih kecil atau lebih besar dari yang gue harapkan. Tapi semua itu justru bikin pengalaman makan jadi lebih nyata.
Saat gue di Thailand kemarin, gue sering makan cuma di bawah seratus Baht per porsi. Itu sudah cukup bikin gue kenyang. Tapi kalau gue masuk ke area turis, harga langsung naik dua kali lipat. Padahal menu yang sama. Buat anak dua puluhan yang pengin liburan tapi tetap jaga budget, trik ini bener bener bisa menambah hari liburan tanpa bikin saldo rekening turun drastis.
Gue juga sering ngeliat orang orang ribut mikir gimana caranya hemat saat liburan, padahal salah satu pengeluaran paling gede itu justru makan. Kalau lo bisa tekan pengeluaran makan, sisanya jadi lebih fleksibel. Lo bisa pakai uangnya buat transport tambahan, buat jajan kecil, atau bahkan simpan untuk trip berikutnya.
Kalau mau jujur, dulu gue juga suka malu malu kalau harus tunjuk menu tanpa ngerti bahasanya. Tapi makin ke sini gue sadar kalau rasa malu itu cuma di kepala gue. Orang lokal biasanya ramah banget. Mereka lebih senang lihat turis yang mau mencoba makanan asli daripada yang selalu minta menu terjemahan. Lama lama gue jadi kebal.
Ada satu pelajaran kecil yang gue temukan sejak lama. Makan di tempat lokal bikin gue merasa lebih nyambung sama kehidupan setempat. Gue bisa lihat bagaimana orang duduk, bagaimana mereka pesan makan, cara mereka bercanda. Ada kehidupan yang ga akan gue lihat kalau gue cuma ke restoran turis. Itu bikin perjalanan jadi lebih kaya.
Gue juga bilang terus terang kalau strategi ini ga selalu sempurna. Kadang gue pernah salah masuk restoran yang ternyata rasanya biasa banget. Tapi itu bagian dari proses. Kadang gue juga salah terjemahin menu. Tapi semua itu bikin cerita tambahan buat perjalanan gue.
Baca juga: Petualangan Hemat Enam Hari Lima Malam Ke Penang Hat Yai Dan Phuket
Pada akhirnya tips gue sederhana. Cari tempat yang banyak orang lokal. Pilih menu yang pakai bahasa asli. Gunakan aplikasi biar tau isi menunya. Jangan ragu buat nunjuk menu kalau bingung. Dan paling penting, nikmati prosesnya.
Kalau lo pengin liburan hemat tapi tetap makan enak, trik ini bisa jadi penyelamat. Dan percaya gue, makan enak dengan harga murah itu selalu bikin liburan terasa lebih memuaskan. Terutama kalau lo tahu lo berhasil mengakali sistem harga turis yang kadang dua kali lipat.
Jadi buat lo yang sebentar lagi mau ke Thailand atau negara negara Asia lainnya, jangan takut buat eksplor tempat makan lokal Thailand. Dengan trik ini, liburan lo bisa lebih panjang, lebih murah, dan rasanya lebih hidup. Semoga tips ini bisa jadi bekal perjalanan lo selanjutnya. Terima kasih Sobat BI.


